Review : The Song of Achilles




Halo teman-teman! Di artikel kali ini saya ingin me-review sebuah novel yang berjudul "The Song of Achilles". Novel ini menceritakan soal Perang Troya dari sudut pandang Patroclus, dan lebih berfokus pada hubungan emosionalnya Achilles dan Patroclus. Cetakan terjemahan novel ini ke dalam bahasa Indonesia baru saja keluar dengan judul "Nyanyian Achilles". Saya tidak tahu persisnya bulan berapa, tapi  terjemahannya itu baru banget keluar tahun 2019 ini. Saya juga baru tahu informasi tersebut bulan Juli kemarin waktu saya iseng ngubek-ubek di online shop. Harga novelnya pun lebih terjangkau, menjadi kisaran Rp125.000,00 (harga terbitan aslinya sekitar dua ratus ribuan, ngomong-ngomong.) 

Begitu mengetahui bahwa "The Song of Achilles" sudah ada terjemahannya, saya cukup histeris. Saya menggebu-gebu ingin membeli novelnya meskipun saya sudah sempat membeli versi e-book-nya di Google Play Book sekitar bulan Februari lalu.

Saya sendiri sudah membaca e-book bahasa Inggrisnya sampai pada bagian keempat, tetapi itu saya lakukan harus sambil bolak-balik dari jendela Play Book ke jendela Google Translate. Sebab novelnya punya banyak kosakata yang sangat "sastra" dalam bahasa Inggris, yang begitu asing buat saya. Karena terasa merepotkan, akhirnya saya memutuskan untuk membeli novel terjemahannya (mengabaikan dompet saya yang menjerit, heh).

Dan beginilah penampakan cover versi terjemahannya:




Sementara yang bahasa Inggris sudah punya beberapa versi cover karena sudah beberapa kali dicetak:


Novel ini ditulis oleh Madeline Miller, yang memiliki gelar sarjana muda serta master dalam bahasa Latin dan Yunani Kuno dari Brown University. Ini adalah novel pertamanya dan berhasil memenangkan Orange Prize pada tahun 2012.


Adapun Orang Prize adalah hadiah/ penghargaan tahunan yang diberikan kepada penulis wanita dari negara manapun yang menulis novel full-length dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di Inggris (dikutip dari Wikipedia).


————————————

Judul: The Song of Achilles

Judul Bahasa Indonesia: Nyanyian Achilles

Penulis: Madeline Miller

Jumlah halaman: 488 halaman

Penerbit (Indonesia): PT Gramedia Pustaka Utama

————————————




Bagi kalian yang, in case, mengekspektasikan kisah romansa antar seorang pangeran dan budak laki-laki yang penuh dengan adegan ranjang eksplisit, sebaiknya kalian tidak membeli novel ini jika tidak ingin mengambil risiko.

Kisah novel ini lebih ke romansa-drama-tragedi yang ditulis berdasarkan sebuah epos yang berjudul Iliad oleh Homer. Jika Iliad berfokus pada siasat Achilles dalam Perang Troya, maka "The Song of Achilles" lebih berfokus pada relasi Achilles dan Patroclus.

Sejujurnya, ekspektasi saya soal novel ini tidak terpenuhi (dan tidak, saya tidak mengekspektasikan adegan ranjang yang banyak). Hanya saja, ada beberapa hal yang kurang mengena di hati saya. Yang paling utama adalah, saya kurang puas dengan penggambaran karakter Achilles.



ACHILLES

Mulai saya membaca dari halaman satu sampai tamat, sama sekali tidak tergambar di benak saya bagaimana sesungguhnya perangai Achilles. Saya hanya tahu bahwa dia tampan dan cekatan. Dan tergila-gila pada Patroclus. Selebihnya, wataknya agak mengambang. 

Bagi saya, Achilles tampak dewasa saat masih kecil dan sebaliknya kekanakan saat sudah menjadi seorang pria. 

Jujur saja, saya lebih terkesan dengan penggambaran Achilles di usia belasannya. Dia lebih berani dan jujur. Merdeka. Tingkahnya lebih mempesona dan beralasan. Lebih memikat. Barangkali karena dia belum dihadapkan pada Perang Troya.

Pada masa-masa Perang Troya, karakter Achilles mulai "kacau" sehingga saya harus mengsketsa ulang sosok Achilles dalam pikiran saya, dan saya tidak berhasil mendapatkan gambaran utuhnya sampai sekarang.



BAHASA

Barangkali karena ini merupakan novel terjemahan, sehingga saya kurang mendapatkan kesan sejarah yang kuat. Ya, kalian sendiri tahulah bagaimana gaya bahasa novel terjemahan. 

Kesan klasik Yunani Kuno yang harusnya bisa mewujud melalui penggambaran latar dan pemilihan diksi dialog yang dramatis(?) jadi melemah karena gaya bahasa kaku ala ala terjemahan.

Sebenarnya terjemahan "The Song of Achilles" rasanya tidak sekaku terjemahan novel-novel fantasi yang biasanya saya baca. Saya bisa menangkap usaha translator untuk memilih diksi yang lebih "luwes". Namun, saya pikir versi bahasa Inggrisnya barangkali akan jauh lebih berhasil membawa saya kembali ke masa perang itu terjadi. Apalagi jika melihat riwayat penulisnya yang merupakan lulusan Sastra Yunani Kuno.




SUDUT PANDANG PATROCLUS

Entah hanya menurut saya (atau ada juga pembaca lain yang sependapat), sudut pandang Patroclus membatasi jangkauan penulis terhadap penggambaran karakter lain. Hal ini cukup wajar sih. Namun, saya tidak bisa memungkiri bahwa saya merasa kurang puas. 

Seharusnya penulis punya cara supaya sudut pandang orang pertama tidak menjadikan karakter lain "miskin" (saya banyak menuntut ya).

Dan saya merasa sedikit ganjil di bab tiga puluh satu. Awalnya saya pikir ada transisi ke sudut pandang orang ketiga. Namun, begitu saya lanjut membaca ke paragraf selanjutnya, ternyata masih menggunakan sudut pandang orang pertama (Patroclus). 

Padahal, mulai dari paragraf pertama sampai ketiga pada bab tersebut, rasa-rasanya penulis yang mengambil alih narasi. Cara penuturannya agak ambigu. Makanya saya cukup terkejut saat di paragraf selanjutnya ternyata masih Patroclus lah yang menjadi narator.




PERANG TROYA 


Perang Troya yang menjadi event utama dalam kisah Patroclus dan Achilles malah digambarkan sambil lalu, kalau menurut saya. Seolah-olah penulis jengah dan ingin cepat-cepat men-skip scene perang tersebut. 

Hmm ... namun barangkali adegan perang itu kurang tergali karena Patroclus sendiri tidak ikut dalam peperangan, melainkan lebih aktif di tenda medis.

 (Lagi-lagi, sudut pandang Patroclus seolah menjadi penghalang ruang gerak cerita.)

Perang Troya terjadi bertahun-tahun. Tahun-tahun berlalu dan pembaca hanya diajak menengok kondisi tenda medis milik pasukan Sparta dan gadis-gadis jarahan perang. Cukup membosankan. 

Sementara itu; Hector, Paris, dan figur-figur musuh yang penting dari pihak Troya masih terasa asing sampai cerita tamat. Mereka hanya muncul sekali dua kali. Padahal rasanya mereka pantas mendapat sorotan yang lebih lagi.

Bahkan saat di bagian pembalasan dendam Achilles terhadap Hector—adegan itu terjadi terlalu singkat bagi saya. Hanya beberapa paragraf berlalu, dan tahu-tahu Hector sudah mati.

Saya mengerti bahwa cerita novel ini menitikberatkan hubungan Patroclus dan Achilles, tetapi rasanya tidak ada salahnya untuk memberi porsi yang lebih rinci lagi bagi Perang Troya di dalam cerita. 

Saya yakin hal tersebut akan bisa lebih memancing emosi pembaca. Bagaimana pressure yang diberikan perang tersebut terhadap Achilles dan Patroclus harapnya diceritakan lebih mendetail. Akan tetapi, lagi-lagi kita akan kembali ke masalah "sudut pandang Patroclus" yang tidak memungkinkan hal tersebut dilakukan.




MENUJU ENDING

Potongan cerita novel ini yang paling "memiliki rasa" bagi saya ialah pada dua bab terakhir.

Kerinduan Achilles terhadap Patroclus dan sebaliknya digambarkan dengan sangat emosional. Terutama kerinduan Patroclus.

Saya cukup terharu dengan penggambaran sosok Achilles oleh Patroclus. Bagaimana Patroclus mengenang sang pahlawan Yunani itu sebagai manusia biasa, terlepas dari Achilles yang sebenarnya adalah anak setengah dewa.

Di saat orang lain mengenang Achilles karena kemahirannya bertempur dan jumlah orang-orang Troya yang telah dibunuhnya, Patroclus mengenangnya sebagai anak laki-laki bermata hijau gemilang dengan cengiran cemerlang berlatar langit biru serta kaki-kaki lincahnya yang bergelantungan di cabang-cabang pohon yang pernah mereka panjat. Bukan tangan yang akurat melempar lembing yang diingatnya, melainkan jari yang piawai memetik dawai-dawai lira dan suaranya yang indah.

Bisa terlihat bahwa Patroclus begitu mendamba sosok Achilles yang lama. Achiles yang sejati. Saya juga sudah bilang bukan, bahwa saya lebih terkesan pada sosok Achilles saat dia masih seorang anak laki-laki? Nah, hal inilah yang membuat saya mampu berempati terhadap Patroclus sehingga dua bab terakhir novel ini menjadi bab yang paling membekas bagi saya.



NYANYIAN ACHILLES

Sampai sekarang saya masih belum menemukan alasan kenapa novel ini diberi judul "The Song of Achilles". 

Rasanya tidak pernah ada adegan yang menceritakan bahwa Achilles menyanyikan suatu lagu khusus atau sejenisnya. Atau saya yang melewatkannya?

Atau barangkali seluruh novel inilah nyanyiannya? Hal itu akan lebih masuk akal jika seandainya judul buku ini adalah "Nyanyian untuk Achilles" atau "Nyanyian tentang Achilles" karena penutur di novel ini adalah Patroclus, bukan Achilles.

Yah, intinya saya masih bingung. Sepertinya saya perlu membaca ulang novel ini. Juga membaca versi bahasa Inggrisnya untuk membandingkan keduanya. Entah kenapa saya sangat yakin kalau saya akan lebih mendapatkan feel-nya dari versi original-nya.



Dengan demikian, untuk "The Song of Achilles" versi terjemahan, saya beri nilai 7/10.




Komentar

  1. Endingnya? Gimana sama endingnya, kak? Sad endinga apa happy ending?

    Btw, makasih buat reviewnya kece parah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yakin nih mau di spoiler? Menurut saya sih endingnya bahagia. Bahagia yg tragis wkwk

      Hapus
    2. Kek gimana??? Kenapa abu2 gini macam hubungan zefan ma Didi? Aku butuh kejelasan!

      Hapus
    3. Wadu haha menurutku pribadi sih endingnya bahagia. Bahagia yg mengharukan gtu jd bikin nangis

      Hapus
  2. Aq sukaaa bngt ama ni novel, jadi mulai nonton film gay romantic wkwkwk,abisnya chemistry nya kuat bngt mungkin krn harus sembunyi2 Kali ya..tadinya aq suka briseis,skrg aq suka patroklus..dia emang ga hebat tapi dia baik Hati..menurutku Kaya real superhero,meredam ego n hobi nolong orang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ternyata kamu udh baca artikel ini juga.

      Iyap, patroklus baik bgt orangnya, baik tp ga bego (beda sama protagonis di sinetron"). Tp aku jg tetep suka briseis soalnya dia pemberani. Tapi yg paling kusuka itu achilles pra-perang troya. Menawan bgt dia nya, apalagi kalo udh curi" waktu bareng patroklus

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer