Miles Away from Moscow

—●  MILES AWAY FROM MOSCOW ●—

a oneshoot

©Abiguellix

--Do Not Copy Or Plagiarize This Work--

________________________



Adelric menggosok kedua tangannya lebih keras. Bajunya terasa setipis selembar tisu. Suhu Soviet malam ini mungkin jatuh di bawah minus tiga puluh derajat Fahrenheit. Atau malah lebih rendah lagi, entahlah.

"Bahkan kau bisa merasakan pembuluh darahmu membeku."

Ludwig, yang juga bagian dari pasukan infanteri, mencak-mencak di antara gemeletuk giginya. Ia menarik pelan selimut Adelric, meminta pemuda itu berbagi.

"Bagaimana keadaannya?"

"Dingin. Luar biasa. Kau merasa perlu bertanya? Bahkan aku tidak bisa menyalakan pemantikku."

"Kita akan tetap maju?"

"Entahlah. Belum ada perintah terbaru dari Letnan Kolonel." Ludwig merapatkan tubuh pada Adelric. "Tapi panzer-panzer kita jelas terhambat. Roda-rodanya membeku sampai ke pelumasnya."

Adelric hanya menggumam, melirik sebuah panzer generasi keempat yang mogok di depan sana. Panzer IV versi terbaru beratnya 25 ton, meriam utamanya berdiameter 8 senti, mampu menampung 5 orang, dengan kecepatan maksimal 38 km/jam, serta lapisan baja tambahan yang mempertebal armornya. 

Tapi seperkasa apapun panzer tersebut, dia sama sekali tidak dirancang untuk pertempuran di medan tundra yang gila seperti ini.

Prediksi penuh percaya diri dari sang führer yang menganggap Tentara Merah dapat dilumpuhkan sebelum musim dingin tampaknya akan membuat mereka mati hipotermia di sini. 

Logistik berada dalam kondisi minus. Begitu pula dengan baju hangat. Sejumlah serdadu Nazi sudah mulai  tumbang sejak kemarin lusa.Tinggal menunggu tentara Soviet atau pun musim salju ganas ini untuk memukul mereka mundur.

Adelric sedikit berjengit ketika merasakan tubuh pemuda di sampingnya semakin merapat, tenggelam ke dalam selimut. Mata biru Ludwig menerawang. Uap es mengepul tebal di depan mulutnya ketika ia berkata,

 "Kurasa kita tidak akan mundur. Moskow tinggal belasan mil lagi dari sini."

"Tapi jika keadaan begini terus, sedikit saja serangan balik akan fatal. Astaga, bahkan tanpa serangan balik pun kita akan mati jika tidak mundur."

Ludwig hanya tersenyum, masih berusaha menyalakan rokoknya dengan jemari gemetaran. Adelric adalah salah satu prajurit yang bertahan menapaki bulan-bulan ganas belakangan mengiringi kompi tank bersamanya. Selain rokok dan peluang gugur, mereka telah berbagi banyak sekali hal. "Apa yang kau harapkan?  Kita cuma keroco-keroco. Strategis merancang kita untuk mati di garis depan." 

Sepasang telapak tangan beku tiba-tiba menyusup masuk ke sela-sela tangan Adelric yang masih saling menggosok.

"Jadi selagi kau belum jadi mayat, bagikan aku hangat."




________________________


END

Komentar

Postingan Populer